Materi ini adalah hasil dari catatan kuwap yang
diselenggarakan oleh PT. Rumah Pensil Publisher pada tanggal 3 April 2020.
Pematerinya merupakan pendiri Rumah Pensil Publisher sekaligus penulis lebih
dari 400 buku anak, Kang Eka Wardhana.
APA ITU MENDONGENG?
APA ITU BERCERITA?
Dongeng adalah kisah penuh kejadian luar biasa dan penuh
khayal yang bukan merupakan kisah nyata. Sedangkan, cerita adalah kisah tentang
perbuatan dan pengalaman orang serta kejadian baik sungguh terjadi ataupun
tidak. Jadi, dongeng itu tidak nyata dan sangat mengandalkan imajinasi, berbeda
dengan cerita yang bisa jadi diambil dari kejadian nyata dan tidak terlalu
mengandalkan imajinasi.
Kisah para Nabi masuk ke dalam kategori cerita bukan
dongeng. Cerita fabel yang melibatkan tokoh-tokoh hewan, masuk ke dalam dongeng
apalagi bila unsur imajinasinya tinggi.
TUJUAN BERCERITA DAN
MENDONGENG
Sebenarnya apa sih yang dituju dari mendongeng/bercerita?
Pastinya lebih dari sekedar membuat anak-anak senang, bukan?
Ternyata mendongeng dan bercerita memang mempunyai efek yang
luar biasa, yaitu dapat mengubah karakter anak. Setelah memberi teladan,
bercerita dan mendongeng adalah cara paling efektif untuk mengubah karakter
anak. Meski begitu, harus sangat disadari bahwa efek luar biasa ini tidak bisa
dicapai dalam waktu singkat perlu usaha mendongeng dan bercerita yang teratur
agar hasil ini tercapai. Agar hasilnya signifikan, bercerita dan mendongeng
perlu dilakukan terus menerus dan bersungguh-sungguh.
KENAPA MENDONGENG DAN BERCERITA SEOLAH MENAKUTKAN?
Padahal pekerjaan mulia, tetapi
kenapa banyak orang enggan dan nggak pede mendongeng dan bercerita ya? Aneh
nggak ya?
Sebenarnya nggak aneh sih,
penyebab utamanya sudah jelas: karena kita selalu membayangkan menjadi orang
lain saat mendongeng. Kita membayangkan bahwa untuk mendongeng itu kita harus
jadi sangat atraktif, menarik, lengkap dengan kemampuan akting dan artikulasi
yang hebat. Pokoknya mirip artis lah.
Benar nggak sih pikiran kayak
gitu?
Sebenarnya
nggak salah, karena hal itu bisa membuat kita termotivasi untuk jadi lebih
baik. Tetapi.... buat kebanyakan orang yang baru memulai, hal itu malah akan
jadi membebani. Akibatnya timbul rasa kurang percaya diri dan mendongeng pun
jadi kegiatan yang menakutkan. Kesimpulannya: mental kita jadi kalah sebelum
bertanding.
Jadi, kunci mulai mendongeng
bagi pemula adalah: MENJADI DIRI SENDIRI.
URUTAN LANGKAH MENDONGENG S A E (SERU, ASYIK, EFEKTIF)
Berikut ini urutan langkah praktis untuk mendongeng, yang saya bagi
dalam 3 bagian:
1. Persiapan
2. Mendongeng
3. Setelah Mendongeng
Kita lihat satu per satu yuk...
1. PERSIAPAN MENDONGENG
Persiapan mendongeng ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
A. PERSIAPAN MENTAL
Inilah hal terberat untuk dilakukan. Terutama karena filosofi dongeng
yang saya anut adalah kita semua seharusnya bisa mendongeng. Mungkin ada orang
yang berprofesi sebagai pendongeng, tetapi bagi saya mendongeng seharusnya bisa
dilakukan semua orang yang berhubungan dengan dunia anak.
Jadi saat kita menjadi ayah, ibu, Pak Guru, Bu Guru, sukarelawan anak,
paman, bibi dan lain-lain, saat itulah seharusnya kita menjadi seorang
pendongeng. Inilah pendongeng sejati, pendongeng yang tidak mengharapkan upah
dan ketenaran, selain pahala dan membaiknya karakter anak-anak.
Hal yang perlu
diingat dalam persiapan mental mendongeng adalah:
• Menyadari bahwa mendongeng/berkisah
bukan masalah bisa nggak bisa atau mau
tidak mau, tetapi adalah keharusan. Karena untuk mengubah karakter ada dua
pelajaran efektif: keteladanan dan melalui kisah. Bila keteladanan tak selalu
bisa ditampilkan karena keterbatasan waktu kita berinteraksi dengan anak, maka
kisah dan dongeng adalah sebuah keharusan.
• Jangan memiliki mental seperti
artis yang ingin semua penontonnya terpesona serta kecewa saat penontonnya
kecewa. Milikilah mental seorang pendidik dimana fokusnya adalah menyampaikan hikmah, bukan menjadi seorang bintang.
Dengan demikian, walaupun para pendengar kisah/dongeng kita terlihat bosan atau
tidak tertarik, itu bukan masalah utama, selama kita sudah berusaha sebaik
mungkin dan yakin bahwa kita telah menyampaikan ilmu atau inspirasi walau hanya
sedikit.
• Jadi mendongeng/berkisah sebagai bagian dari ibadah. Al-Qur’an
sendiri banyak berisi kisah dan bahkan memiliki sebuah Surah bernama Al-Qasas
(Kisah-Kisah). Jadi berkisah adalah bagian dari metode pendidikan yang
diajarkan Islam. Karena itu menggunakan metode ini dengan niat yang benar akan
mendatangkan pahala dan berkah.
• Berusaha untuk tetap cerita. Mendongeng itu kegiatan yang sejatinya
membawa rasa senang, ceria dan bahagia. Nah, hal itu tidak keluar bila
pendongengnya tidak membawa suasana seperti itu. Jadi tetap ceria dan santai.
Hanya saja sikap santai ini akan keluar bila kita sudah mempersiapkan diri
dengan baik pula.
B. PILIH CERITA
Memilih cerita
sangat penting. Cerita atau kisah atau dongeng seperti makanan bagi seorang
pencerita. Bila cocok di lidah, ia akan sering dan semakin mahir diceritakan.
Karena itu
cerita/kisah/dongeng penting untuk dipilih dengan baik dari sejak awal. Agar
lebih mudah dan lebih cepat terasa cocok di hati seorang diulang pendongeng.
Namun cerita/dongeng/kisah tentu tak bisa dipilih
semau selera kita, ada hal-hal yang harus diperhatikan saat memilihnya.
Beberapa di antaranya adalah:
• Pilih cerita yang tak merusak aqidah. Cerita/kisah/dongeng tentang
hantu, monster jahat, sihir luar biasa, akan mengubah karakter anak, tetapi
menjadi sebaliknya dari yang kita harapkan. Contohnya: anak yang diceritakan
kisah menyeramkan, sangat besar kemungkinannya menjadi lebih penakut dari
sebelumnya.
• Pilih cerita yang beralur sederhana. Menceritakan kisah Nabi
Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wassalam dari sejak lahir sampai wafat? Boleh
saja, tetapi dijamin bakalan tidak cukup waktunya. Bila ingin menceritakan
kisah Beliau Shalallaahu ‘alaihi wassalam, bagi menjadi banyak segmen: masa
kecil Beliau, kisah Isra Mi'raj, kisah kedermawanan, dan lain-lain. Cerita
beralur sederhana akan lebih singkat dan membuat kita lebih fokus.
• Pilih cerita atau dongeng yang sesuai dengan usia pendengar/siswa.
Anak-anak TK dan PAUD, misalnya, lebih suka kisah fabel dan imajinatif. Anak
usia di atas kelas 3 atau 4 SD, lebih suka yang berbentuk petualangan atau
kisah kehidupan sehari-hari. Jangan memilih cerita yang terlalu berat atau
justru terlalu ringan buat para calon pendengar kita.
• Pilih cerita yang tokohnya tidak terlalu banyak dan berkarakter jelas.
3 atau bahkan 2 tokoh cerita sudah cukup untuk satu kali mendongeng/berkisah.
Pilih cerita dengan karakter tokoh yang jelas: baik, sombong, iri hati,
dermawan, dan lainnya.
• Pilih cerita dengan pesan yang jelas, mudah dan bernilai positif.
Misalnya: sombong itu tidak baik, kebaikan pasti menang, usaha keras pasti
membuahkan hasil dan seterusnya.
• Pilih cerita yang sesuai dengan tema yang diangkat. Misalnya tema
kebersihan lingkungan. Maka cerita pun harus mencerminkan pesan yang
disampaikan. Bila sulit mencari cerita yang tepat dengan tema, silakan
memodifikasi cerita yang sudah ada dengan banyak menyelipkan pesan tentang kebersihan.
• Jangan pilih cerita yang mengandung adegan kekerasan dan vulgar.
Bila ada sedikit adegan kekerasan seperti perang atau pertarungan, atur agar
tidak disampaikan apa adanya. Tetapi sampaikan hasilnya atau prosesnya sekilas
agar tidak terlalu detil.
Setelah selesai memilih cerita,
kita lanjutkan ke langkah persiapan berikutnya ya...
C. MERANCANG AKSI
Aksi di sini
maksudnya adalah saat kita mendongeng. Jadi demi kelancaran saat kita
mendongeng nanti, sebaiknya kita rancang apa saja yang akan kita lakukan.
Persiapan aksi yang baik akan menambah rasa percaya diri kita pastinya.
Sebagai bagian dalam merancang
aksi, sebaiknya yang kita siapkan adalah:
• Bagaimana cara kita akan pertama kali ke atas panggung: dengan
berjalan biasa? Atau pakai semacam akting? Misalnya dengan pura-pura berlari
dan kelelahan karena mencari-cari dulu tempat mendongeng, dan lain-lain.
• Bagaimana melakukan Ice Breaking? Ice Breaking adalah teknik mencairkan suasana sekaligus menarik
fokus audiens kepada kita. Ini adalah teknik yang perlu sekali untuk dilakukan.
Beberapa di antaranya adalah dengan melakukan tebak-tebakan, melakukan
perkenalan tapi dengan tebak-tebakan (misalnya dengan bilang: “Siapa yang tahu
nama Bapak/Ibu? Nama Bapak/Ibu diawali dengan huruf A lho...” dan seterusnya).
Contoh ice breaking yang lain adalah
mengajak bernyanyi dan menari bersama.
• Berusaha mencari seakurat mungkin informasi tentang berapa pendengar dongeng,
berapa rentang usianya, dimana lokasinya (dalam ruangan, luar ruangan, dll),
kesiapan sound system bila pendengarnya banyak, jam berapa diadakan, dalam
rangka apa, mungkin ada pesan yang ingin disampaikan secara khusus oleh
penyelenggara dan lain-lain. Saya sendiri sering terpaksa berimprovisasi saat
informasi akan hal-hal di atas ternyata berbeda dengan kenyataan di lapangan.
• Apakah kita mendongeng dengan atau tanpa alat peraga? Bila menggunakan alat
peraga, macamnya apa: boneka, topeng, atau lainnya. Bila tanpa alat peraga,
apakah mengandalkan suara dan akting atau membaca buku ditambah ekspresi? Saya
sendiri sangat suka menggambar di papan tulis sebagai alat bantu mendongeng.
• Apakah kita akan mendongeng sendiri, berdua atau bersama tim?
Semua ini perlu dipersiapkan dengan baik. Kelebihan mendongeng sendiri adalah
kita bisa merancang aksi apa saja dan berlatih kapan saja tanpa tergantung
orang lain. Namun kekurangannya, semua beban persiapan tertumpu ke pundak kita
dan perlu persiapan mental yang lebih baik.
• Apakah kita akan menggunakan make up dongeng atau alami saja?
Make up dongeng adalah make up untuk mendongeng seperti misalnya menggunakan
kumis palsu, kaca mata lucu, termasuk menggunakan seragam khusus yang khas
kita, misalnya kain sarung yang disilangkan ke bahu, dan lain-lain. Penggunaan
make up dongeng biasanya membuat tampilan kita lebih menarik.
• Merencanakan waktu mendongeng: berapa lama kita akan bercerita?
Mengingat mempertahankan perhatian anak-anak pada kita adalah hal yang berat.
Semakin lama, tentu semakin berat. Kita harus mempersiapkan diri sesuai dengan
waktu yang disediakan dengan sebaik mungkin.
• Merencanakan improvisasi. Yang namanya improvisasi ya biasanya
karena ada hal yang terjadi di luar rencana. Tetapi tak ada yang sempurna, ada
saja hal yang terjadi di luar rencana. Jadi, kita harus mempersiapkan rencana
cadangan bila rencana utama tak bisa jalan. Misalnya: kalau waktunya ternyata
molor sehingga jatah waktu kita jadi singkat, atau waktunya malah jadi
diperpanjang, atau pesertanya bertambah di luar perkiraan, dan lain-lain.
• Mempersiapkan alur cerita: mulai dari pembukaan, inti dongeng dan
penutup. Kita benar-benar harus hapal dan menguasai materi dongeng. Karena saat
di atas panggung dongeng, banyak hal yang membuat konsentrasi kita akan jalan
cerita teralihkan. Sehingga bila hanya setengah hapal atau hanya hapal
kira-kira, bisa-bisa di tengah jalan kita berhenti karena lupa alur cerita.
Atau alur ceritanya jadi terbalik dan semacamnya deh.
• Merencanakan dimana tempat dan waktu untuk berinteraksi dengan audiens.
Misalnya: menanyakan apa yang akan dilakukan sang tokoh cerita menghadapi
masalahnya, atau meminta anak-anak menirukan ekspresi sang tokoh dan lain-lain.
D. PERSIAPAN PERALATAN
Jangan lupa
untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Gaya mendongeng itu kan
tergantung kecenderungan masing-masing. Ada yang suka mendongeng/berkisah
dengan lisan plus akting, sehingga peralatan yang diperlukan minimalis saja.
Tetapi ada juga yang lebih suka mendongeng dengan bantuan alat peraga.
Persiapan peralatan untuk
mendongeng meliputi hal-hal berikut:
• Untuk make up dongeng seperti kumis atau janggut, Anda bisa membuatnya
dari kertas yang satu sisinya ditempeli kapas atau benang wol. Sementara di
sisi lainnya dipasang double tape untuk merekatkannya ke wajah Anda.
• Sementara topeng bisa dibuat dengan berbagai cara: ada yang menggunakan
tongkat kecil, sehingga satu tangan memegang stik untuk membuat topeng
terpasang di wajah. Hal ini dilakukan biasanya saat satu pendongeng memainkan
berbagai tokoh berganti-ganti. Topeng yang dipasangi karet untuk dipasang ke
belakang kepala adalah topeng yang lebih umum. Namun kelemahannya tidak bisa
digunakan untuk berganti tokoh dengan cepat.
• Boneka peraga ada yang berbentuk boneka tangan atau boneka jari.
Biasanya yang awet untuk digunakan adalah boneka kain yang sudah jadi. Namun
pilihannya sangat terbatas mengingat boneka yang sudah jadi sulit dikaitkan
dengan cerita yang kita punya. Kecuali Anda memiliki kemampuan ventriloquis (bersuara perut), sehingga
bisa berinteraksi bolak-balik dengan boneka yang Anda pegang karena boneka
seolah bersuara sendiri. Boneka tangan sederhana bisa dibuat dari kertas. Untuk
jumlah pendengar yang terbatas (tidak sampai 10 orang) boneka jari bisa
digunakan. Boneka jari sederhana juga bisa dibuat sendiri dari kertas dengan
gramatur berat agar tidak mudah rusak.
• Bagi yang senang menggambar, peralatan yang perlu disiapkan adalah
papan tulis white board dengan spidol atau flip chart kertas. Atau bisa juga
membuat gambar-gambar besar yang diperlihatkan satu per satu pada para
pendengar.
• Bila Anda berencana bercerita dari buku, bisa dipersiapkan
buku dengan ukuran besar dengan gambar tiap halaman yang siap diperlihatkan
pada para pendengar. Buku kecil lebih sulit dilihat oleh anak-anak pendengar,
kecuali dalam jumlah yang sedikit. Anda juga bisa bercerita dengan buku di
tangan tapi tanpa memperlihatkan gambar. Namun intonasi dan ekspresi juga
gestur tubuh harus dimainkan agar suasana jadi lebih hidup.
E. BERLATIH
Dalam kegiatan apapun, berlatih
sangat menentukan hasil. Nah, demikian juga dengan mendongeng. Berikut latihan
yang dapat digunakan:
• Mengulang jalan cerita. Semakin detil apa yang kita hapal, semakin
baik persiapan kita.
• Berlatih menggunakan alat peraga. Bila tidak terlatih, penggunaan
alat peraga bisa jadi bumerang karena dapat membuyarkan konsentrasi saat
mendongeng. Akibatnya cerita jadi tersendat bahkan berubah. Kesimpulannya:
dongeng kita jadi tidak selancar seharusnya.
• Berlatih berimprovisasi, termasuk dalam hal ini menyiapkan
cerita/dongeng cadangan. Selalu ada kemungkinan dimana cerita yang kita sudah
siapkan ternyata tidak sesuai dengan tema acara atau audiens yang hadir. Misalnya
kita sudah siapkan cerita Islam, tetapi ternyata yang hadir banyak yang non
muslim. Maka kita harus siap berimprovisasi berupa mengganti cerita dengan yang
lebih umum atau membahasakan istilah-istilah Islam dengan yang lebih dikenal
umum.
• Melatih vokal. Tak perlu seideal latihan drama atau teater, cukup
mengulang kisah yang akan disampaikan. Vokal harus diucapkan dengan jelas dan
tenang. Diupayakan juga bisa mengubah intonasi dan tipe vokal sesuai dengan
tokoh yang berbeda. Karena itu disarankan agar tidak memilih tokoh cerita yang
terlalu banyak.
• Melatih ekspresi. Populer dilakukan di depan cermin. Peragakan
sekaligus perhatikan ekspresi wajah kita saat melakukan simulasi cerita di
depan cermin. Saat di depan cermin fokuskan ke ekspresi atau gestur agar kita
bisa memperbaiki dan mencari bentuk yang tepat. Ekspresi biasanya dikaitkan
dengan emosi. Jadi upayakan ekspresi kita sesuai dengan emosi yang disampaikan:
sedih, marah, senang, angkuh, dan lain-lain.
• Melatih gestur. Coba bercerita sambil melangkah, bergerak, melompat
dan melakukan gestur sesuai tokoh yang dimainkan. Contoh: bertolak pinggang
dengan dagu diangkat dan langkah panjang-panjang perlahan saat memerankan raja
yang congkak. Atau tertatih bertopang tongkat saat memerankan kakek atau nenek.
• Melatih momen berinteraksi dengan anak-anak audiens. Misalnya
menanyakan hal penting di tengah cerita, menanyakan tebak-tebakan, bereaksi
yang lucu atau ceria terhadap jawaban anak yang kurang tepat, dan lainnya.
• Berlatih menyampaikan cerita dengan kalimat-kalimat sederhana dan
kata-kata yang mudah. Bila ingin menyelipkan pengajaran tentang istilah
yang belum dikenal, disiapkan juga penjelasannya. Misalnya kata “Karantina”.
Siapkan dengan penjelasan yang mudah dan disertai contoh. Mungkin dengan
mengangkat kasus covid-19 dan lainnya.
• Melatih mental untuk tetap tenang dan ceria. Mental akan lebih siap
bila persiapan dan kesiapan kita baik. Agar mental tetap tenang, bawa hati
dalam suasana ringan dan hilangkan beban. Beban datang karena takut gagal dan
itu wajar. Tak ada kata gagal dalam mendongeng, yang ada hanyalah lancar atau
tidak dan itu sudah biasa. Bahkan orang yang sudah biasa bercerita dan
mendongeng pun sering kali merasa dongengnya kali ini tidak selancar biasanya.
Selalu tanamkan dalam hati bahwa kita adalah seorang pendidik yang menyampaikan
ilmu, bukan artis yang sedang menghibur.
• Berlatih menyamakan kondisi psikologis dengan audiens. Namun
berusaha agar jangan kita yang terhanyut, misalnya saat anak-anak sedang bosan,
kita malah hanyut jadi bingung. Tetapi upayakan agar suasana hati anak-anak
ikut seceria dan seoptimis suasana hati kita.
2. MENDONGENG
Apa saja yang
kita lakukan saat mendongeng? Yuk kita bahas. Namun sebelumnya mengingatkan
bahwa kegiatan saat mendongeng sangat dipengaruhi tahap persiapan sebelumnya.
Kita bagi saat
mendongeng menjadi 3 bagian besar: Pembukaan, Pertengahan Dongeng dan
Mengakhiri Dongeng.
A. PEMBUKAAN
Di awal
dongeng, ditentukan apakah anak-anak audiens akan tertarik atau tidak. Jadi,
awal dongeng merupakan fase yang menentukan lho. Nah, hal-hal yang perlu
diperhatikan di awal dongeng ini adalah:
• Bersikap tenang dan optimis bahwa dongeng kita akan lancar serta berhasil
menyampaikan pesan yang diinginkan. Pertahankan sikap ini sampai dongeng
selesai.
• Berusaha menarik perhatian audiens sejak awal. Jadi, lakukanlah ice breaking
atau dengan penampilan menarik saat baru tampil. Misalnya dengan kostum yang
atraktif atau make up dongeng yang membuat anak tertarik.
• Menampilkan wajah yang ceria, terutama saat menyapa anak-anak dan saat
berinteraksi di tengah dongeng berlangsung. Banyak tersenyum dan bersikap
ramah.
• Memahami dulu kondisi psikologis audiens. Jadi, jangan terburu-buru memulai
cerita sebelum kita yakin anak-anak sudah siap mendengarkan. Itulah saat ketika
teknik ice breaking menjadi hal yang menentukan. Kadang bila terpaksa,
pendongeng bisa “memaksa” audiens dengan mengatakan semisal: “Mau mendengarkan
atau tidak? Kalau mau harap semua tenang ya...”. Namun bila bisa hal semacam
ini dihindari.
• Amati dan pelajari sebentar kondisi panggung: bila panggungnya
kecil, kita atur agar gerakan kita tak perlu memakan banyak tempat. Sebaliknya
bila panggungnya luas. Lakukan hal ini sebelum kita dipersilakan naik ke
panggung.
• Amati jarak antara kita dengan audiens. Tak ada jarak akan merepotkan,
demikian juga bila terlalu jauh. Bila jarak sangat dekat, upayakan kita berdiri
dan audiens duduk agar jarak fisik tetap ada. Jarak fisik yang terlalu dekat
bisa membua audiens anak-anak terdorong untuk menyentuh peraga dan lainnya
sehingga akan mengganggu konsentrasi. Bila jarak terlalu jauh, putuskan untuk
sering turun panggung dan mendekati audiens. Lakukan juga ini sebelum kita
dipersilakan naik panggung.
• Jadikan ajang perkenalan kita menarik. Misalnya dengan menebak apa kesukaan
anak-anak di sana dan lainnya. Namun jangan terlalu lama, karena waktu
perhatian anak terbatas. Manfaatkan untuk menyampaikan dongeng dibanding
menghabiskannya di awal. Terlalu lama perkenalan akan membuat kita terburu-buru
saat mendongeng.
• Bisa memberi tahu audiens kita akan
bercerita tentang apa atau apa judul
cerita, bisa juga tidak memberi tahu.
• Kumpulkan dulu semangat, lalu mulailah bercerita dengan semangat penuh.
B. PERTENGAHAN
DONGENG (KLIMAKS)
Ketika dongeng
sudah mulai terbangun dan mulai mencapai klimaks cerita, yang harus dilakukan
adalah:
• Menguasai panggung. Maksudnya, kita memastikan untuk bisa bergerak
seluas mungkin di atas panggung. Kebanyakan orang yang baru mulai mendongeng,
terpaku di posisinya, baik di tengah maupun agak ke tepi. Padahal bergerak ke
sana-kemari di atas panggung sangat diperlukan, terutama bila audiensnya adalah
anak-anak yang masih kecil. Sebab anak-anak PAUD, TK bahkan kelas awal SD tidak
selalu fokus pada apa yang didengar, tetapi juga sangat tertarik pada apa yang
mereka lihat.
• Berusaha menyampaikan cerita dengan
vokal yang jelas dan mudah dipahami.
Tak perlu terburu-buru, tetap tenang dan menikmati. Bila pikiran kita terburu-buru
dengan waktu yang terbatas, kita akan terdorong untuk mempercepat cerita.
Karena itu di awal sudah disarankan agar menyampaikan cerita dengan alur
sederhana, agar kita bisa lebih santai dan lebih mudah mengingatnya.
• Selalu memperhatikan kondisi audiens saat bercerita: apakah masih
mengikuti dengan fokus atau sebagian sudah mulai bosan dan teralih
perhatiannya?
• Bila perhatian audiens sebagian
besar sudah tidak fokus pada kita, hentikan
sementara dongeng/kisah, lalu lakukan semacam ice breaking di pertengahan.
Caranya dengan tebak-tebakan yang bisa juga diberi hadiah ringan semacam
gantungan kunci, dll. Juga bisa mengajak anak melakukan tepuk tertentu, atau
bergerak ceria sesuai arahan kita, dll. Setelah itu segera lanjutkan dongeng,
tetapi dengan kemungkinan fokus tak bisa terlalu lama bertahan.
• Hindari sikap menggurui, jangan sedikit-sedikit memberi tahu mana
yang benar dan salah, memberi tahu apa yang seharusnya anak-anak lakukan dan
semacamnya. Karena justru kelebihan sebuah dongeng atau cerita adalah
menyampaikan hikmah tanpa menggurui. Karena itu biarkan dongeng mengalir dan
percayakan pada anak untuk mengambil hikmahnya.
• Menikmati dongeng yang kita sampaikan. Bila kita ingin anak-anak
menikmati dongeng kita, maka sudah pasti kita sendiri harus menikmatinya. Salah
satu cara menikmati dongeng kita adalah dengan memperhatikan ekspresi ceria
audiens dan merasa bahagia dengannya.
• Agar audiens selalu fokus pada
dongeng kita, ajak mereka berinteraksi.
Salah satu caranya adalah dengan mengajak anak-anak menebak apa yang
selanjutnya terjadi. Atau menebak tokoh yang muncul berdasarkan ciri-cirinya.
Misalnya, saat kita ingin menceritakan kemunculan Jerapah, bisa kita tanyakan,
“Lalu muncullah hewan yang lehernya sangat panjang. Hewan apa ya?”
• Usahakan agar selalu menghadapkan tubuh kepada para pendengar,
dengan demikian kontak dengan mereka akan selalu terjaga. Tanpa sadar, karena
fokus pada alat peraga, semisal boneka tangan, kita suka membelakangi anak-anak
pendengar. Hal ini membuat kita kurang bisa meraba seberapa tertarik anak-anak
pada cerita kita.
• Bila ada satu atau dua anak yang mencoba menginterupsi atau
bertanya atau mengajukan pendapatnya tanpa kita inginkan, tak usah beri dia
banyak perhatian. Cukup kasih senyum atau ucapan singkat, “Bagus” atau “Sip”,
lalu teruskan cerita. Bila terlalu banyak diberi perhatian, fokus anak-anak
yang lain pada cerita akan buyar dan ada kemungkinan mereka ikut menanggapi
juga.
• Bila mendongeng berkelompok, jaga kekompakan dan keharmonisan. Juga yang
terpenting adalah tetap memperhatikan kondisi psikologis audiens. Jangan
menjadi seolah seperti saling bicara di panggung tapi tak memedulikan kondisi
audiens.
Catatan:
Mengembalikan
perhatian anak ketika di tengah dongen konsentrasi anak mulai terpecah serta
mengurangi rasa boring atau bosan dan membangkitkan kembali mood anak.
Hal pertama
yang harus diperhatikan adalah waktu dan kondisi. Bila waktu dongeng terlalu
lama, tentu saja anak-anak akan mulai lelah. Semakin kecil usia anak, semakin
sedikit durasi fokusnya. Jadi sesuaikan lama mendongeng dengan usia anak.
Sebentar tapi sering lebih efektif dari lama tapi jarang dilakukan.
Juga
perhatikan kondisi. Bila kondisi anak-anak sedang kelelahan atau lapar atau ada
yang sakit, tentu konsentrasi mereka sulit terfokus. Jadi perhatikan waktu
mendongeng. Bagi anak-anak kecil di sekolah, waktu terbaik adalah pagi hari
selepas buka kelas.
Buat anak yang
sudah lebih besar, seperti kelas 5 atau 6 SD yang sedang mabit, misalnya, bisa
dilakukan malam hari, tetapi juga perhatikan kondisi kebugaran mereka.
Untuk
membangkitkan mood bisa dilakukan ice breaking ulang di tengah cerita atau
mengajak mereka bernyanyi dan bergerak dulu sebelum melanjutkan.
C. MENGAKHIRI
DONGENG
Setelah
melewati puncak cerita, tibalah saatnya mengakhiri dongeng. Apa saja ya yang
perlu diperhatikan dan dilakukan saat mengakhiri dongeng ini? Yuk, kita simak:
• Biasanya saat klimaks cerita, pesan
sudah disampaikan pada anak-anak. Nah di saat itulah waktunya mengakhiri
cerita. Yang harus diingat, jarak antara
klimaks cerita dengan akhirnya jangan terlalu panjang. Biasanya anak lebih
mudah mengingat apa yang ia dengar atau lihat di akhir dibanding yang ia dengar
dan lihat di awal. Bila jarak ending terlalu lama, anak akan mudah lupa dengan
pesan yang disampaikan dalam klimaks cerita.
• Dipersilakan mengajak anak-anak menyimpulkan pesan yang
disampaikan. Tetapi sebaiknya memang meminta anak-anak ikut menyimpulkan.
Bila disampaikan oleh pendongeng, hasilnya kurang terserap. Jangan juga terlalu
menggurui dengan cara memaksakan anak-anak menerima pesan-pesan, padahal sudah
disampaikan secara samar dalam cerita. Hal ini akan membuat nuansa menyenangkan
dari sebuah cerita jadi hilang. Salah satu cara mengajak anak menyimpulkan
cerita misalnya dengan berkata, “Jadi siapa yang paling pandai di dunia?” maka
berdasarkan cerita yang didengar, anak-anak akan menjawab, “Allah!”
3. SETELAH
MENDONGENG
Setelah
menyelesaikan suatu dongeng, pendongeng biasanya akan merasakan banyak sekali
kesan. Ada kesan positif, ada juga kesan yang kurang positif. Kesan positif
biasanya berkaitan dengan lancar tidaknya dongeng dan respon menyenangkan dari
audiens. Sebaliknya bila dongeng kurang lancar dan respon audiens terasa kurang
tertarik, bisa menimbulkan kesan kurang positif.
Apa saja ya
yang kita lakukan setelah mendongeng? Mari kita simak..
• Bersyukur. Ini penting, karena apapun hasilnya, kita sudah menjadi
seorang mengajarkan kebaikan pada anak-anak. Bila ada yang kurang, jadikan hal
ini sebagai bahan evaluasi agar di masa depan kita bisa memperbaikinya.
• Tetap bersemangat, karena mendongeng akan selalu diperlukan.
Kontinyuitas dalam mendengar dongeng lebih efektif menumbuhkan karakter anak.
Sulit untuk mengubah karakter hanya dalam 1 atau 2 kali mendengar dongeng,
kecuali memang sebelumnya anak-anak sudah diberi contoh teladan yang baik.
• Tularkan pengalaman dongeng, baik sharing, bagi ilmu, pelatihan dan
lain-lain. Adanya sebuah komunitas dimana Anda berperan aktif akan membantu
menjaga semangat dan idealisme kita dalam mendongeng.
• Terus mengeksplorasi cerita-cerita teladan baru bahkan kalau bisa
mengembangkan sendiri cerita-cerita yang sesuai. Meskipun fiktif, bila nilai
yang disampaikan baik, akan tetap efektif hasilnya.
• Membentuk tim dongeng. Adanya tim akan mengurangi banyak beban
sekaligus menambah besar peluang untuk mendongeng setiap ada kesempatan.
• Menawarkan diri untuk mendongeng di lingkungan-lingkungan baru.
Misalnya di luar sekolah kita. Hal ini akan membuat kita semakin dikenal dan
dihargai sebagai pendongeng yang baik.
• Tetap fokus pada isu pendidikan, bukan pada materinya. Bila menjadi
pendongeng hanya berdasarkan materi (bukannya nggak boleh sih, hanya dibatasi),
maka ketulusan kita akan berubah. Saya percaya hal itu akan mengubah pula
tujuan kita mendongeng, dari yang murni untuk mendidik menjadi mencari materi.
Takutnya tanpa disadari audiens akan menangkap hal ini dan akhirnya dongeng
kita tidak lagi fun dan ceria.
MENDONGENG DENGAN S A E (SERU, ASYIK,
EFEKTIF)
Jadi dimana
nih nilai S A E (Seru, Asyik, Efektif) nya?
Yang dimaksud
dengan seru adalah ketika dongeng kita berlangsung penuh semangat dan dalam
suasana ceria. Bagaimana caranya?
Agar suasana
serunya kita dapat, faktor persiapannya harus matang. Termasuk faktor mental.
Semakin kita siap, semakin kita bersemangat dalam mendongeng. Semakin kita
bersemangat, semakin ceria pula para audiens kita, maka semakin seru pula
dongeng yang kita lakukan.
Suasana asyik
didapat bila pendongeng dan pendengar sama-sama menikmati dongeng. Keasyikan
ini didapat bila saat mendongeng kita benar-benar memperhatikan apa yang sudah
disampaikan di atas, semisal menguasai panggung, vokal yang jelas, dan
lain-lainnya itu. semakin asyik, semakin mudah pula anak-anak menyerap inti
dongeng kita.
Terakhir
adalah efektif. Dongeng yang tak efektif akan terkesan terlalu panjang,
bertele-tele, tidak mudah didapat pesannya. Agar terasa efektif, maka faktor
latihan sebelum mendongeng lah yang paling menentukan. Semakin banyak berlatih,
semakin efektif pula saat kita mendongeng.
Intinya adalah melaksanakan semua yang telah disampaikan
dalam bentuk praktek. Langkah awal sangat menentukan. Hanya dengan melakukan
prakteklah ilmu, hikmah dan tujuan akan didapat.
Selamat
mendongeng!!!
0 komentar:
Posting Komentar