Kadang hidup butuh imajinasi negeri dongeng

Rabu, 24 Juni 2020

Mendongeng dan Bercerita dengan SAE (Seru, Asyik, dan Efektif)


Materi ini adalah hasil dari catatan kuwap yang diselenggarakan oleh PT. Rumah Pensil Publisher pada tanggal 3 April 2020. Pematerinya merupakan pendiri Rumah Pensil Publisher sekaligus penulis lebih dari 400 buku anak, Kang Eka Wardhana.

APA ITU MENDONGENG? APA ITU BERCERITA?
       Dongeng adalah kisah penuh kejadian luar biasa dan penuh khayal yang bukan merupakan kisah nyata. Sedangkan, cerita adalah kisah tentang perbuatan dan pengalaman orang serta kejadian baik sungguh terjadi ataupun tidak. Jadi, dongeng itu tidak nyata dan sangat mengandalkan imajinasi, berbeda dengan cerita yang bisa jadi diambil dari kejadian nyata dan tidak terlalu mengandalkan imajinasi.
       Kisah para Nabi masuk ke dalam kategori cerita bukan dongeng. Cerita fabel yang melibatkan tokoh-tokoh hewan, masuk ke dalam dongeng apalagi bila unsur imajinasinya tinggi.

TUJUAN BERCERITA DAN MENDONGENG
Sebenarnya apa sih yang dituju dari mendongeng/bercerita?
Pastinya lebih dari sekedar membuat anak-anak senang, bukan?
     Ternyata mendongeng dan bercerita memang mempunyai efek yang luar biasa, yaitu dapat mengubah karakter anak. Setelah memberi teladan, bercerita dan mendongeng adalah cara paling efektif untuk mengubah karakter anak. Meski begitu, harus sangat disadari bahwa efek luar biasa ini tidak bisa dicapai dalam waktu singkat perlu usaha mendongeng dan bercerita yang teratur agar hasil ini tercapai. Agar hasilnya signifikan, bercerita dan mendongeng perlu dilakukan terus menerus dan bersungguh-sungguh.


KENAPA MENDONGENG DAN BERCERITA SEOLAH MENAKUTKAN?
         Padahal pekerjaan mulia, tetapi kenapa banyak orang enggan dan nggak pede mendongeng dan bercerita ya? Aneh nggak ya?
          Sebenarnya nggak aneh sih, penyebab utamanya sudah jelas: karena kita selalu membayangkan menjadi orang lain saat mendongeng. Kita membayangkan bahwa untuk mendongeng itu kita harus jadi sangat atraktif, menarik, lengkap dengan kemampuan akting dan artikulasi yang hebat. Pokoknya mirip artis lah.
          Benar nggak sih pikiran kayak gitu?
Sebenarnya nggak salah, karena hal itu bisa membuat kita termotivasi untuk jadi lebih baik. Tetapi.... buat kebanyakan orang yang baru memulai, hal itu malah akan jadi membebani. Akibatnya timbul rasa kurang percaya diri dan mendongeng pun jadi kegiatan yang menakutkan. Kesimpulannya: mental kita jadi kalah sebelum bertanding.
          Jadi, kunci mulai mendongeng bagi pemula adalah: MENJADI DIRI SENDIRI.


URUTAN LANGKAH MENDONGENG S A E (SERU, ASYIK, EFEKTIF)
Berikut ini urutan langkah praktis untuk mendongeng, yang saya bagi dalam 3 bagian:
1.            Persiapan
2.            Mendongeng
3.            Setelah Mendongeng
Kita lihat satu per satu yuk...

1.            PERSIAPAN MENDONGENG
Persiapan mendongeng ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

A.            PERSIAPAN MENTAL
Inilah hal terberat untuk dilakukan. Terutama karena filosofi dongeng yang saya anut adalah kita semua seharusnya bisa mendongeng. Mungkin ada orang yang berprofesi sebagai pendongeng, tetapi bagi saya mendongeng seharusnya bisa dilakukan semua orang yang berhubungan dengan dunia anak.
Jadi saat kita menjadi ayah, ibu, Pak Guru, Bu Guru, sukarelawan anak, paman, bibi dan lain-lain, saat itulah seharusnya kita menjadi seorang pendongeng. Inilah pendongeng sejati, pendongeng yang tidak mengharapkan upah dan ketenaran, selain pahala dan membaiknya karakter anak-anak.
Hal yang perlu diingat dalam persiapan mental mendongeng adalah:
             Menyadari bahwa mendongeng/berkisah bukan masalah bisa nggak bisa atau mau tidak mau, tetapi adalah keharusan. Karena untuk mengubah karakter ada dua pelajaran efektif: keteladanan dan melalui kisah. Bila keteladanan tak selalu bisa ditampilkan karena keterbatasan waktu kita berinteraksi dengan anak, maka kisah dan dongeng adalah sebuah keharusan.
             Jangan memiliki mental seperti artis yang ingin semua penontonnya terpesona serta kecewa saat penontonnya kecewa. Milikilah mental seorang pendidik dimana fokusnya adalah menyampaikan hikmah, bukan menjadi seorang bintang. Dengan demikian, walaupun para pendengar kisah/dongeng kita terlihat bosan atau tidak tertarik, itu bukan masalah utama, selama kita sudah berusaha sebaik mungkin dan yakin bahwa kita telah menyampaikan ilmu atau inspirasi walau hanya sedikit.
             Jadi mendongeng/berkisah sebagai bagian dari ibadah. Al-Qur’an sendiri banyak berisi kisah dan bahkan memiliki sebuah Surah bernama Al-Qasas (Kisah-Kisah). Jadi berkisah adalah bagian dari metode pendidikan yang diajarkan Islam. Karena itu menggunakan metode ini dengan niat yang benar akan mendatangkan pahala dan berkah.
             Berusaha untuk tetap cerita. Mendongeng itu kegiatan yang sejatinya membawa rasa senang, ceria dan bahagia. Nah, hal itu tidak keluar bila pendongengnya tidak membawa suasana seperti itu. Jadi tetap ceria dan santai. Hanya saja sikap santai ini akan keluar bila kita sudah mempersiapkan diri dengan baik pula.

B.            PILIH CERITA
Memilih cerita sangat penting. Cerita atau kisah atau dongeng seperti makanan bagi seorang pencerita. Bila cocok di lidah, ia akan sering dan semakin mahir diceritakan.
Karena itu cerita/kisah/dongeng penting untuk dipilih dengan baik dari sejak awal. Agar lebih mudah dan lebih cepat terasa cocok di hati seorang diulang pendongeng.
Namun  cerita/dongeng/kisah tentu tak bisa dipilih semau selera kita, ada hal-hal yang harus diperhatikan saat memilihnya. Beberapa di antaranya adalah:
             Pilih cerita yang tak merusak aqidah. Cerita/kisah/dongeng tentang hantu, monster jahat, sihir luar biasa, akan mengubah karakter anak, tetapi menjadi sebaliknya dari yang kita harapkan. Contohnya: anak yang diceritakan kisah menyeramkan, sangat besar kemungkinannya menjadi lebih penakut dari sebelumnya.
         Pilih cerita yang beralur sederhana. Menceritakan kisah Nabi Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wassalam dari sejak lahir sampai wafat? Boleh saja, tetapi dijamin bakalan tidak cukup waktunya. Bila ingin menceritakan kisah Beliau Shalallaahu ‘alaihi wassalam, bagi menjadi banyak segmen: masa kecil Beliau, kisah Isra Mi'raj, kisah kedermawanan, dan lain-lain. Cerita beralur sederhana akan lebih singkat dan membuat kita lebih fokus.
             Pilih cerita atau dongeng yang sesuai dengan usia pendengar/siswa. Anak-anak TK dan PAUD, misalnya, lebih suka kisah fabel dan imajinatif. Anak usia di atas kelas 3 atau 4 SD, lebih suka yang berbentuk petualangan atau kisah kehidupan sehari-hari. Jangan memilih cerita yang terlalu berat atau justru terlalu ringan buat para calon pendengar kita.
             Pilih cerita yang tokohnya tidak terlalu banyak dan berkarakter jelas. 3 atau bahkan 2 tokoh cerita sudah cukup untuk satu kali mendongeng/berkisah. Pilih cerita dengan karakter tokoh yang jelas: baik, sombong, iri hati, dermawan, dan lainnya.
             Pilih cerita dengan pesan yang jelas, mudah dan bernilai positif. Misalnya: sombong itu tidak baik, kebaikan pasti menang, usaha keras pasti membuahkan hasil dan seterusnya.
           Pilih cerita yang sesuai dengan tema yang diangkat. Misalnya tema kebersihan lingkungan. Maka cerita pun harus mencerminkan pesan yang disampaikan. Bila sulit mencari cerita yang tepat dengan tema, silakan memodifikasi cerita yang sudah ada dengan banyak menyelipkan pesan tentang kebersihan.
        Jangan pilih cerita yang mengandung adegan kekerasan dan vulgar. Bila ada sedikit adegan kekerasan seperti perang atau pertarungan, atur agar tidak disampaikan apa adanya. Tetapi sampaikan hasilnya atau prosesnya sekilas agar tidak terlalu detil.
Setelah selesai memilih cerita, kita lanjutkan ke langkah persiapan berikutnya ya...

C.            MERANCANG AKSI
Aksi di sini maksudnya adalah saat kita mendongeng. Jadi demi kelancaran saat kita mendongeng nanti, sebaiknya kita rancang apa saja yang akan kita lakukan. Persiapan aksi yang baik akan menambah rasa percaya diri kita pastinya.
Sebagai bagian dalam merancang aksi, sebaiknya yang kita siapkan adalah:
          Bagaimana cara kita akan pertama kali ke atas panggung: dengan berjalan biasa? Atau pakai semacam akting? Misalnya dengan pura-pura berlari dan kelelahan karena mencari-cari dulu tempat mendongeng, dan lain-lain.
       Bagaimana melakukan Ice Breaking? Ice Breaking adalah teknik mencairkan suasana sekaligus menarik fokus audiens kepada kita. Ini adalah teknik yang perlu sekali untuk dilakukan. Beberapa di antaranya adalah dengan melakukan tebak-tebakan, melakukan perkenalan tapi dengan tebak-tebakan (misalnya dengan bilang: “Siapa yang tahu nama Bapak/Ibu? Nama Bapak/Ibu diawali dengan huruf A lho...” dan seterusnya). Contoh ice breaking yang lain adalah mengajak bernyanyi dan menari bersama.
           Berusaha mencari seakurat mungkin informasi tentang berapa pendengar dongeng, berapa rentang usianya, dimana lokasinya (dalam ruangan, luar ruangan, dll), kesiapan sound system bila pendengarnya banyak, jam berapa diadakan, dalam rangka apa, mungkin ada pesan yang ingin disampaikan secara khusus oleh penyelenggara dan lain-lain. Saya sendiri sering terpaksa berimprovisasi saat informasi akan hal-hal di atas ternyata berbeda dengan kenyataan di lapangan.
          Apakah kita mendongeng dengan atau tanpa alat peraga? Bila menggunakan alat peraga, macamnya apa: boneka, topeng, atau lainnya. Bila tanpa alat peraga, apakah mengandalkan suara dan akting atau membaca buku ditambah ekspresi? Saya sendiri sangat suka menggambar di papan tulis sebagai alat bantu mendongeng.
     Apakah kita akan mendongeng sendiri, berdua atau bersama tim? Semua ini perlu dipersiapkan dengan baik. Kelebihan mendongeng sendiri adalah kita bisa merancang aksi apa saja dan berlatih kapan saja tanpa tergantung orang lain. Namun kekurangannya, semua beban persiapan tertumpu ke pundak kita dan perlu persiapan mental yang lebih baik.
        Apakah kita akan menggunakan make up dongeng atau alami saja? Make up dongeng adalah make up untuk mendongeng seperti misalnya menggunakan kumis palsu, kaca mata lucu, termasuk menggunakan seragam khusus yang khas kita, misalnya kain sarung yang disilangkan ke bahu, dan lain-lain. Penggunaan make up dongeng biasanya membuat tampilan kita lebih menarik.
    Merencanakan waktu mendongeng: berapa lama kita akan bercerita? Mengingat mempertahankan perhatian anak-anak pada kita adalah hal yang berat. Semakin lama, tentu semakin berat. Kita harus mempersiapkan diri sesuai dengan waktu yang disediakan dengan sebaik mungkin.
        Merencanakan improvisasi. Yang namanya improvisasi ya biasanya karena ada hal yang terjadi di luar rencana. Tetapi tak ada yang sempurna, ada saja hal yang terjadi di luar rencana. Jadi, kita harus mempersiapkan rencana cadangan bila rencana utama tak bisa jalan. Misalnya: kalau waktunya ternyata molor sehingga jatah waktu kita jadi singkat, atau waktunya malah jadi diperpanjang, atau pesertanya bertambah di luar perkiraan, dan lain-lain.
         Mempersiapkan alur cerita: mulai dari pembukaan, inti dongeng dan penutup. Kita benar-benar harus hapal dan menguasai materi dongeng. Karena saat di atas panggung dongeng, banyak hal yang membuat konsentrasi kita akan jalan cerita teralihkan. Sehingga bila hanya setengah hapal atau hanya hapal kira-kira, bisa-bisa di tengah jalan kita berhenti karena lupa alur cerita. Atau alur ceritanya jadi terbalik dan semacamnya deh.
          Merencanakan dimana tempat dan waktu untuk berinteraksi dengan audiens. Misalnya: menanyakan apa yang akan dilakukan sang tokoh cerita menghadapi masalahnya, atau meminta anak-anak menirukan ekspresi sang tokoh dan lain-lain.



D.            PERSIAPAN PERALATAN
Jangan lupa untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Gaya mendongeng itu kan tergantung kecenderungan masing-masing. Ada yang suka mendongeng/berkisah dengan lisan plus akting, sehingga peralatan yang diperlukan minimalis saja. Tetapi ada juga yang lebih suka mendongeng dengan bantuan alat peraga.
Persiapan peralatan untuk mendongeng meliputi hal-hal berikut:
             Untuk make up dongeng seperti kumis atau janggut, Anda bisa membuatnya dari kertas yang satu sisinya ditempeli kapas atau benang wol. Sementara di sisi lainnya dipasang double tape untuk merekatkannya ke wajah Anda.
             Sementara topeng bisa dibuat dengan berbagai cara: ada yang menggunakan tongkat kecil, sehingga satu tangan memegang stik untuk membuat topeng terpasang di wajah. Hal ini dilakukan biasanya saat satu pendongeng memainkan berbagai tokoh berganti-ganti. Topeng yang dipasangi karet untuk dipasang ke belakang kepala adalah topeng yang lebih umum. Namun kelemahannya tidak bisa digunakan untuk berganti tokoh dengan cepat.
             Boneka peraga ada yang berbentuk boneka tangan atau boneka jari. Biasanya yang awet untuk digunakan adalah boneka kain yang sudah jadi. Namun pilihannya sangat terbatas mengingat boneka yang sudah jadi sulit dikaitkan dengan cerita yang kita punya. Kecuali Anda memiliki kemampuan ventriloquis (bersuara perut), sehingga bisa berinteraksi bolak-balik dengan boneka yang Anda pegang karena boneka seolah bersuara sendiri. Boneka tangan sederhana bisa dibuat dari kertas. Untuk jumlah pendengar yang terbatas (tidak sampai 10 orang) boneka jari bisa digunakan. Boneka jari sederhana juga bisa dibuat sendiri dari kertas dengan gramatur berat agar tidak mudah rusak.
             Bagi yang senang menggambar, peralatan yang perlu disiapkan adalah papan tulis white board dengan spidol atau flip chart kertas. Atau bisa juga membuat gambar-gambar besar yang diperlihatkan satu per satu pada para pendengar.
             Bila Anda berencana bercerita dari buku, bisa dipersiapkan buku dengan ukuran besar dengan gambar tiap halaman yang siap diperlihatkan pada para pendengar. Buku kecil lebih sulit dilihat oleh anak-anak pendengar, kecuali dalam jumlah yang sedikit. Anda juga bisa bercerita dengan buku di tangan tapi tanpa memperlihatkan gambar. Namun intonasi dan ekspresi juga gestur tubuh harus dimainkan agar suasana jadi lebih hidup.

E.            BERLATIH
Dalam kegiatan apapun, berlatih sangat menentukan hasil. Nah, demikian juga dengan mendongeng. Berikut latihan yang dapat digunakan:
             Mengulang jalan cerita. Semakin detil apa yang kita hapal, semakin baik persiapan kita.
             Berlatih menggunakan alat peraga. Bila tidak terlatih, penggunaan alat peraga bisa jadi bumerang karena dapat membuyarkan konsentrasi saat mendongeng. Akibatnya cerita jadi tersendat bahkan berubah. Kesimpulannya: dongeng kita jadi tidak selancar seharusnya.
             Berlatih berimprovisasi, termasuk dalam hal ini menyiapkan cerita/dongeng cadangan. Selalu ada kemungkinan dimana cerita yang kita sudah siapkan ternyata tidak sesuai dengan tema acara atau audiens yang hadir. Misalnya kita sudah siapkan cerita Islam, tetapi ternyata yang hadir banyak yang non muslim. Maka kita harus siap berimprovisasi berupa mengganti cerita dengan yang lebih umum atau membahasakan istilah-istilah Islam dengan yang lebih dikenal umum.
             Melatih vokal. Tak perlu seideal latihan drama atau teater, cukup mengulang kisah yang akan disampaikan. Vokal harus diucapkan dengan jelas dan tenang. Diupayakan juga bisa mengubah intonasi dan tipe vokal sesuai dengan tokoh yang berbeda. Karena itu disarankan agar tidak memilih tokoh cerita yang terlalu banyak.
             Melatih ekspresi. Populer dilakukan di depan cermin. Peragakan sekaligus perhatikan ekspresi wajah kita saat melakukan simulasi cerita di depan cermin. Saat di depan cermin fokuskan ke ekspresi atau gestur agar kita bisa memperbaiki dan mencari bentuk yang tepat. Ekspresi biasanya dikaitkan dengan emosi. Jadi upayakan ekspresi kita sesuai dengan emosi yang disampaikan: sedih, marah, senang, angkuh, dan lain-lain.
             Melatih gestur. Coba bercerita sambil melangkah, bergerak, melompat dan melakukan gestur sesuai tokoh yang dimainkan. Contoh: bertolak pinggang dengan dagu diangkat dan langkah panjang-panjang perlahan saat memerankan raja yang congkak. Atau tertatih bertopang tongkat saat memerankan kakek atau nenek.
             Melatih momen berinteraksi dengan anak-anak audiens. Misalnya menanyakan hal penting di tengah cerita, menanyakan tebak-tebakan, bereaksi yang lucu atau ceria terhadap jawaban anak yang kurang tepat, dan lainnya.
             Berlatih menyampaikan cerita dengan kalimat-kalimat sederhana dan kata-kata yang mudah. Bila ingin menyelipkan pengajaran tentang istilah yang belum dikenal, disiapkan juga penjelasannya. Misalnya kata “Karantina”. Siapkan dengan penjelasan yang mudah dan disertai contoh. Mungkin dengan mengangkat kasus covid-19 dan lainnya.
             Melatih mental untuk tetap tenang dan ceria. Mental akan lebih siap bila persiapan dan kesiapan kita baik. Agar mental tetap tenang, bawa hati dalam suasana ringan dan hilangkan beban. Beban datang karena takut gagal dan itu wajar. Tak ada kata gagal dalam mendongeng, yang ada hanyalah lancar atau tidak dan itu sudah biasa. Bahkan orang yang sudah biasa bercerita dan mendongeng pun sering kali merasa dongengnya kali ini tidak selancar biasanya. Selalu tanamkan dalam hati bahwa kita adalah seorang pendidik yang menyampaikan ilmu, bukan artis yang sedang menghibur.
             Berlatih menyamakan kondisi psikologis dengan audiens. Namun berusaha agar jangan kita yang terhanyut, misalnya saat anak-anak sedang bosan, kita malah hanyut jadi bingung. Tetapi upayakan agar suasana hati anak-anak ikut seceria dan seoptimis suasana hati kita.

2.            MENDONGENG
Apa saja yang kita lakukan saat mendongeng? Yuk kita bahas. Namun sebelumnya mengingatkan bahwa kegiatan saat mendongeng sangat dipengaruhi tahap persiapan sebelumnya.
Kita bagi saat mendongeng menjadi 3 bagian besar: Pembukaan, Pertengahan Dongeng dan Mengakhiri Dongeng.

A.            PEMBUKAAN
Di awal dongeng, ditentukan apakah anak-anak audiens akan tertarik atau tidak. Jadi, awal dongeng merupakan fase yang menentukan lho. Nah, hal-hal yang perlu diperhatikan di awal dongeng ini adalah:
             Bersikap tenang dan optimis bahwa dongeng kita akan lancar serta berhasil menyampaikan pesan yang diinginkan. Pertahankan sikap ini sampai dongeng selesai.
             Berusaha menarik perhatian audiens sejak awal. Jadi, lakukanlah ice breaking atau dengan penampilan menarik saat baru tampil. Misalnya dengan kostum yang atraktif atau make up dongeng yang membuat anak tertarik.
             Menampilkan wajah yang ceria, terutama saat menyapa anak-anak dan saat berinteraksi di tengah dongeng berlangsung. Banyak tersenyum dan bersikap ramah.
             Memahami dulu kondisi psikologis audiens. Jadi, jangan terburu-buru memulai cerita sebelum kita yakin anak-anak sudah siap mendengarkan. Itulah saat ketika teknik ice breaking menjadi hal yang menentukan. Kadang bila terpaksa, pendongeng bisa “memaksa” audiens dengan mengatakan semisal: “Mau mendengarkan atau tidak? Kalau mau harap semua tenang ya...”. Namun bila bisa hal semacam ini dihindari.
             Amati dan pelajari sebentar kondisi panggung: bila panggungnya kecil, kita atur agar gerakan kita tak perlu memakan banyak tempat. Sebaliknya bila panggungnya luas. Lakukan hal ini sebelum kita dipersilakan naik ke panggung.
             Amati jarak antara kita dengan audiens. Tak ada jarak akan merepotkan, demikian juga bila terlalu jauh. Bila jarak sangat dekat, upayakan kita berdiri dan audiens duduk agar jarak fisik tetap ada. Jarak fisik yang terlalu dekat bisa membua audiens anak-anak terdorong untuk menyentuh peraga dan lainnya sehingga akan mengganggu konsentrasi. Bila jarak terlalu jauh, putuskan untuk sering turun panggung dan mendekati audiens. Lakukan juga ini sebelum kita dipersilakan naik panggung.
             Jadikan ajang perkenalan kita menarik. Misalnya dengan menebak apa kesukaan anak-anak di sana dan lainnya. Namun jangan terlalu lama, karena waktu perhatian anak terbatas. Manfaatkan untuk menyampaikan dongeng dibanding menghabiskannya di awal. Terlalu lama perkenalan akan membuat kita terburu-buru saat mendongeng.
             Bisa memberi tahu audiens kita akan bercerita tentang apa atau apa judul cerita, bisa juga tidak memberi tahu.
             Kumpulkan dulu semangat, lalu mulailah bercerita dengan semangat penuh.

B.            PERTENGAHAN DONGENG (KLIMAKS)
Ketika dongeng sudah mulai terbangun dan mulai mencapai klimaks cerita, yang harus dilakukan adalah:
             Menguasai panggung. Maksudnya, kita memastikan untuk bisa bergerak seluas mungkin di atas panggung. Kebanyakan orang yang baru mulai mendongeng, terpaku di posisinya, baik di tengah maupun agak ke tepi. Padahal bergerak ke sana-kemari di atas panggung sangat diperlukan, terutama bila audiensnya adalah anak-anak yang masih kecil. Sebab anak-anak PAUD, TK bahkan kelas awal SD tidak selalu fokus pada apa yang didengar, tetapi juga sangat tertarik pada apa yang mereka lihat.
             Berusaha menyampaikan cerita dengan vokal yang jelas dan mudah dipahami. Tak perlu terburu-buru, tetap tenang dan menikmati. Bila pikiran kita terburu-buru dengan waktu yang terbatas, kita akan terdorong untuk mempercepat cerita. Karena itu di awal sudah disarankan agar menyampaikan cerita dengan alur sederhana, agar kita bisa lebih santai dan lebih mudah mengingatnya.
             Selalu memperhatikan kondisi audiens saat bercerita: apakah masih mengikuti dengan fokus atau sebagian sudah mulai bosan dan teralih perhatiannya?
             Bila perhatian audiens sebagian besar sudah tidak fokus pada kita, hentikan sementara dongeng/kisah, lalu lakukan semacam ice breaking di pertengahan. Caranya dengan tebak-tebakan yang bisa juga diberi hadiah ringan semacam gantungan kunci, dll. Juga bisa mengajak anak melakukan tepuk tertentu, atau bergerak ceria sesuai arahan kita, dll. Setelah itu segera lanjutkan dongeng, tetapi dengan kemungkinan fokus tak bisa terlalu lama bertahan.
             Hindari sikap menggurui, jangan sedikit-sedikit memberi tahu mana yang benar dan salah, memberi tahu apa yang seharusnya anak-anak lakukan dan semacamnya. Karena justru kelebihan sebuah dongeng atau cerita adalah menyampaikan hikmah tanpa menggurui. Karena itu biarkan dongeng mengalir dan percayakan pada anak untuk mengambil hikmahnya.
             Menikmati dongeng yang kita sampaikan. Bila kita ingin anak-anak menikmati dongeng kita, maka sudah pasti kita sendiri harus menikmatinya. Salah satu cara menikmati dongeng kita adalah dengan memperhatikan ekspresi ceria audiens dan merasa bahagia dengannya.
             Agar audiens selalu fokus pada dongeng kita, ajak mereka berinteraksi. Salah satu caranya adalah dengan mengajak anak-anak menebak apa yang selanjutnya terjadi. Atau menebak tokoh yang muncul berdasarkan ciri-cirinya. Misalnya, saat kita ingin menceritakan kemunculan Jerapah, bisa kita tanyakan, “Lalu muncullah hewan yang lehernya sangat panjang. Hewan apa ya?”
             Usahakan agar selalu menghadapkan tubuh kepada para pendengar, dengan demikian kontak dengan mereka akan selalu terjaga. Tanpa sadar, karena fokus pada alat peraga, semisal boneka tangan, kita suka membelakangi anak-anak pendengar. Hal ini membuat kita kurang bisa meraba seberapa tertarik anak-anak pada cerita kita.
             Bila ada satu atau dua anak yang mencoba menginterupsi atau bertanya atau mengajukan pendapatnya tanpa kita inginkan, tak usah beri dia banyak perhatian. Cukup kasih senyum atau ucapan singkat, “Bagus” atau “Sip”, lalu teruskan cerita. Bila terlalu banyak diberi perhatian, fokus anak-anak yang lain pada cerita akan buyar dan ada kemungkinan mereka ikut menanggapi juga.
             Bila mendongeng berkelompok, jaga kekompakan dan keharmonisan. Juga yang terpenting adalah tetap memperhatikan kondisi psikologis audiens. Jangan menjadi seolah seperti saling bicara di panggung tapi tak memedulikan kondisi audiens.

Catatan:
Mengembalikan perhatian anak ketika di tengah dongen konsentrasi anak mulai terpecah serta mengurangi rasa boring atau bosan dan membangkitkan kembali mood anak.
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah waktu dan kondisi. Bila waktu dongeng terlalu lama, tentu saja anak-anak akan mulai lelah. Semakin kecil usia anak, semakin sedikit durasi fokusnya. Jadi sesuaikan lama mendongeng dengan usia anak. Sebentar tapi sering lebih efektif dari lama tapi jarang dilakukan.
Juga perhatikan kondisi. Bila kondisi anak-anak sedang kelelahan atau lapar atau ada yang sakit, tentu konsentrasi mereka sulit terfokus. Jadi perhatikan waktu mendongeng. Bagi anak-anak kecil di sekolah, waktu terbaik adalah pagi hari selepas buka kelas.
Buat anak yang sudah lebih besar, seperti kelas 5 atau 6 SD yang sedang mabit, misalnya, bisa dilakukan malam hari, tetapi juga perhatikan kondisi kebugaran mereka.
Untuk membangkitkan mood bisa dilakukan ice breaking ulang di tengah cerita atau mengajak mereka bernyanyi dan bergerak dulu sebelum melanjutkan.

C.            MENGAKHIRI DONGENG
Setelah melewati puncak cerita, tibalah saatnya mengakhiri dongeng. Apa saja ya yang perlu diperhatikan dan dilakukan saat mengakhiri dongeng ini? Yuk, kita simak:
             Biasanya saat klimaks cerita, pesan sudah disampaikan pada anak-anak. Nah di saat itulah waktunya mengakhiri cerita. Yang harus diingat, jarak antara klimaks cerita dengan akhirnya jangan terlalu panjang. Biasanya anak lebih mudah mengingat apa yang ia dengar atau lihat di akhir dibanding yang ia dengar dan lihat di awal. Bila jarak ending terlalu lama, anak akan mudah lupa dengan pesan yang disampaikan dalam klimaks cerita.
             Dipersilakan mengajak anak-anak menyimpulkan pesan yang disampaikan. Tetapi sebaiknya memang meminta anak-anak ikut menyimpulkan. Bila disampaikan oleh pendongeng, hasilnya kurang terserap. Jangan juga terlalu menggurui dengan cara memaksakan anak-anak menerima pesan-pesan, padahal sudah disampaikan secara samar dalam cerita. Hal ini akan membuat nuansa menyenangkan dari sebuah cerita jadi hilang. Salah satu cara mengajak anak menyimpulkan cerita misalnya dengan berkata, “Jadi siapa yang paling pandai di dunia?” maka berdasarkan cerita yang didengar, anak-anak akan menjawab, “Allah!”


3.            SETELAH MENDONGENG
Setelah menyelesaikan suatu dongeng, pendongeng biasanya akan merasakan banyak sekali kesan. Ada kesan positif, ada juga kesan yang kurang positif. Kesan positif biasanya berkaitan dengan lancar tidaknya dongeng dan respon menyenangkan dari audiens. Sebaliknya bila dongeng kurang lancar dan respon audiens terasa kurang tertarik, bisa menimbulkan kesan kurang positif.
Apa saja ya yang kita lakukan setelah mendongeng? Mari kita simak..
             Bersyukur. Ini penting, karena apapun hasilnya, kita sudah menjadi seorang mengajarkan kebaikan pada anak-anak. Bila ada yang kurang, jadikan hal ini sebagai bahan evaluasi agar di masa depan kita bisa memperbaikinya.
             Tetap bersemangat, karena mendongeng akan selalu diperlukan. Kontinyuitas dalam mendengar dongeng lebih efektif menumbuhkan karakter anak. Sulit untuk mengubah karakter hanya dalam 1 atau 2 kali mendengar dongeng, kecuali memang sebelumnya anak-anak sudah diberi contoh teladan yang baik.
             Tularkan pengalaman dongeng, baik sharing, bagi ilmu, pelatihan dan lain-lain. Adanya sebuah komunitas dimana Anda berperan aktif akan membantu menjaga semangat dan idealisme kita dalam mendongeng.
             Terus mengeksplorasi cerita-cerita teladan baru bahkan kalau bisa mengembangkan sendiri cerita-cerita yang sesuai. Meskipun fiktif, bila nilai yang disampaikan baik, akan tetap efektif hasilnya.
             Membentuk tim dongeng. Adanya tim akan mengurangi banyak beban sekaligus menambah besar peluang untuk mendongeng setiap ada kesempatan.
             Menawarkan diri untuk mendongeng di lingkungan-lingkungan baru. Misalnya di luar sekolah kita. Hal ini akan membuat kita semakin dikenal dan dihargai sebagai pendongeng yang baik.
             Tetap fokus pada isu pendidikan, bukan pada materinya. Bila menjadi pendongeng hanya berdasarkan materi (bukannya nggak boleh sih, hanya dibatasi), maka ketulusan kita akan berubah. Saya percaya hal itu akan mengubah pula tujuan kita mendongeng, dari yang murni untuk mendidik menjadi mencari materi. Takutnya tanpa disadari audiens akan menangkap hal ini dan akhirnya dongeng kita tidak lagi fun dan ceria.


MENDONGENG DENGAN S A E (SERU, ASYIK, EFEKTIF)
Jadi dimana nih nilai S A E (Seru, Asyik, Efektif) nya?
Yang dimaksud dengan seru adalah ketika dongeng kita berlangsung penuh semangat dan dalam suasana ceria. Bagaimana caranya?
Agar suasana serunya kita dapat, faktor persiapannya harus matang. Termasuk faktor mental. Semakin kita siap, semakin kita bersemangat dalam mendongeng. Semakin kita bersemangat, semakin ceria pula para audiens kita, maka semakin seru pula dongeng yang kita lakukan.
Suasana asyik didapat bila pendongeng dan pendengar sama-sama menikmati dongeng. Keasyikan ini didapat bila saat mendongeng kita benar-benar memperhatikan apa yang sudah disampaikan di atas, semisal menguasai panggung, vokal yang jelas, dan lain-lainnya itu. semakin asyik, semakin mudah pula anak-anak menyerap inti dongeng kita.
Terakhir adalah efektif. Dongeng yang tak efektif akan terkesan terlalu panjang, bertele-tele, tidak mudah didapat pesannya. Agar terasa efektif, maka faktor latihan sebelum mendongeng lah yang paling menentukan. Semakin banyak berlatih, semakin efektif pula saat kita mendongeng.
Intinya  adalah melaksanakan semua yang telah disampaikan dalam bentuk praktek. Langkah awal sangat menentukan. Hanya dengan melakukan prakteklah ilmu, hikmah dan tujuan akan didapat.
Selamat mendongeng!!!

Share:
Blue Fire Pointer

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.