Kadang hidup butuh imajinasi negeri dongeng

Sabtu, 09 Desember 2017

JURNALISTIK

Secara etimologis, jurnalistik (journalistic, journalism) berakar kata “journal” (Inggris) berarti laporan atau catatan. Menurut F. Fraser Bond, jurnalistik adalah segala bentuk yang terkait dengan pembuatan berita dan ulasan mengenai berita yang disampaikan kepada publik. Sedangkan menurut Kustadi Suhandang, jurnalistik adalah seni atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah salah satu bagian dari komunikasi masa.
Melalui jurnalistik masyarakat dapat mengetahui informasi tanpa harus mendatangi secara langsung. Jurnalisme yang baik akan mengantarkan edukasi yang baik juga pada masyarakat. Keterlibatan publik pada pemutusan-pemutusan permasaalahan juga dapat dilakukan melalui komunikasi masa ini. Kontrol sosial serta peran aktif dari masyarakat kepada pemerintah dapat berjalan baik.
Jurnalistik tidak selalu identik dengan perusahaan koran atau media masa nasional lainnya. Ada berbagai jenis jurnalistik yang bahkan skala penyebarannya sudah sangat besar hingga level internasional. Beberapa jenis jurnalistik, antara lain citizen journalism, yellow journalismjournalisme lher, dan journalisme presisi.
Citizen journalism adalah bentuk penyebaran informasi melalui komunikasi masa oleh seseorang (buka jurnalis) kepada masyarakat. Ada berbagai perdebatan mengenai citizen journalim dikatakan sebagai bagian dari jurnalistik atau bukan. Akan tetapi, di era serba modern dan cepat seperti sekarang ini citizen journalism justru semakin berkembang. Citizen journalism dikenal juga sebagai netizen, participatory journalism, grassroot journalism, dan masih banyak lagi. Bentuk citizen journalism sendiri dapat dilakukan melalui blog, menulis sesuatu di akun media masa (facebook, twitter, instagram, dll), menyajikan informasi dalam bentuk video (vlog), memberikan informasi tentang sebuah peristiwa di media masa, serta memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menanggapi sebuah peristiwa.
Yellow journalism adalah jenis jurnalime yang berupaya menciptakan kesan-kesan sensasional yang biasanya dilakukan dengan pemburukan makna dan kurang memerhatikan substansi peristiwa. Tujuan dari jurnalisme ini adalah jelas untuk meningkatkan penjualan media tersebut. Yellow journalism sering dinilai sebagai jurnalisme yang tidak profesional.
Jurnalism lher disebut juga sebagai jurnalisme pornografi. Journalism lher lebih cenderung menampilkan hal-hal yang memicu peningkatan nafsu, melalui penyajian gambar dan kalimat. Journalism lher tidak terlepas dari kontroversi.
Journalism Presisi adalah sebuah bentuk jurnalisme yang berupaya untuk mencari ketepatan informasi dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial terkait. Journalism presisi merupakan sebuah awal dari jurnalistik baru. Dikemukakan oleh Philip Mayer tahun 1969-1970.
Dalam dunia jurnalistik terdapat kode etik yang disusun sebagai penuntun moral dan etika para jurnalis (wartawan) dalam menjalankan profesinya. Selain dibatasi oleh ketentuan hukum perundang-undangan, jurnalis juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi.
Pasca reformasi 1998 yang mengubah sistem politik Indonesia, kode etik jurnalistik juga mengalami perombakan. Dewan Pers mengesakan Kode Etik Wartawan (jurnalis) pada tanggal 29 Juni 2000. Kemudian disempurnakan kembali pada 14 Maret 2006, menjadi Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006.
Kode etik jurnalistik yang ditetapkan tersebut, yaitu.
1.      Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
2.      Wartawan Indoensia menempuh cara-cara profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
3.      Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberikan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4.      Wartawan Indonsia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5.      Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6.      Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7.      Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang bersedia tidak diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8.      Wartwan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras,warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
9.      Wartawan Indonesia mengahargai hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
10.  Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa.
11.  Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Kode etik jurnalistik menggunakan empat asas. Pertama asas demokrasi, diartikan sebagai pers harus mengutamakan kepentingan publik, berita disiarkan secara berimbang dan independen, pers wajib mengutamakan hak jawab dan hak koreksi. Kedua asas profesionalitas, jurnalis harus menguasai profesinya baik secara teknis maupun filosofi, sehingga dihasilkan berita yang akurat dan faktual. Ketiga asas moralitas, melalui jurnalistik dapat memberikan dampak luas terhadap tata nilai, kehidupan, dan penghidupan masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan, maka moral menjadi landasan jurnalis dalam menjalankan profesinya. Keempat asas supermasi hukum, jurnalis bukanlah profesi yang kebal dari hukum yang berlaku, karenanya dituntut untukpatuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku.
Jurnalistik tidak dapat dijalankan semena-mena karena erkaitan dengan patisipasi dan penyebaran informasi pada publik. Kode etik jurnalistik tidak bersifat mengekang akan tetapi memberikan wadah bagi para jurnalis dalam menyampaikan suatu berita tidak melanggar norma.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blue Fire Pointer

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.