“Kenapa sih mahasiswa harus turun ke jalan (demo)? Memangnya bisa mengubah negeri
ini jadi lebih baik?”
Mungkin ini yang ada dalam benak sebagian
besar mahasiswa. Acuh terhadap bangsanya sendiri.
Lembaga pendidikan tinggi (kampus), dikatakan
sebagai miniature sebuah negara yang mengajarkan kepada warganya untuk berinteraksi
dan bersosialisasi. Kampus juga sebagai rumah intelektual pembentukan karakter.
Mahasiswa merupakan bagian dari sebuah kampus yang menjadi sorotan utama. Melalui
universitas inilah mahasiswa akan ditranfer pengetahuan (knowledge), keahlian (skill),
dan perilaku (behavior) sehingga kelak
ia dapat berkompetisi pada persaingan global.
Konspirasi Mahasiswa dan
Romantisme Pergerakannya
Mahasiswa merupakan garda terdepan setiap
perubahan penting dan mendasar di negeri ini. Mahasiswa selalu menjadi bagian dari
perjalanan sebuah bangsa, baik sebagai pelopor penggerak, bahkan sebagai pengambil
keputusan. Banyak orang kritis yang lahir dari aktivis kampus.
Mulaidari 1908, lahirnya Boedi Oetomo telah
membangitkan semangat perjuangan untuk melawan kolonialisme dengan cara yang
cerdas. Sejak diikrarkannnya Sumpah Pemuda 1928 juga tidak terlepas dari peran penting
kaum muda, hingga berlanjut pada Proklamasi Kemerdekaan 1945.
Pada periode 1966 gerakan mahasiswa masih
bersifat lokal, berbasis kampus atau kedaerahan. Gerakan mahasiswa yang lebih
sistematis terjadi setelah terbentuknya KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia), dilanjutkan dengan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat). Jika angkatan
’45 lahir dari romantisnya perang untuk memperoleh kemerdekaan, sedangkan pada
angkatan ’66 lahir dari krisis sosial, ekonomi, danpolitik, konsep perjunagan pada
waktu penjajahan tidak dipergunakan lagi tetapi lebih mengarah kepada pengisian
kemerdekaan.
Pada 1997, dengan gerakan reformasinya,
mahasiswa mampu mendobrak ketidakadilan sistem politik dan ekonomi.Periode pasca
1998, gerakan mahasiswa terjebak pada romantisme heroism peristiwa Mei 1998. Gerakan
mahasiswa cenderung kembali bersifat gerakan lokal meskipun telah dibentuk BEM
SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia). Berbicara tentang mahasiswa dan
gerakan yang dilakukan memang tidak pernah ada ujungnya.
Bangsa ini lahir dari keberagaman dengan
satu semangat tujuan. Semangat nasionalisme yang menyatukan bangsa Indonesia
sehingga tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di negeri ini. Nasionalisme adalah
suatu sifat, faham, kekuatan, dankesadaranpikiransejati, yang merupakan suatu kecintaan
dan loyalitas terhadap mayarakat, bangsa dan negara sendiri. Naionalisme dapat tumbuh,
berkembang, dan hidup sepanjang perjalanan suatu bangsa. Semangat ini pula yang
menginspirasi mahasiswa untuk bergerak dan berjuang.
Dari urun angan, urun tangan, hingga urun
nyawa pun mereka lakukan. Karena tugas mahasiswa bukan cuma belajar di kelas,
presentasi, mengerjakan tugas, datang ke seminar, dan kegiatan ke kampusan yang
lain, lebih dari itu mahasiswa menjadi penyangga peradaban yang akan dilalui bangsa
ini kedepannya. Mahasiswa adalah sebagai the
moral force, social control, dan agent of change sehingga ia dituntut untuk
berpikir rasional dan kritis mencari solusi dari sebuah masalah.
Tantangan Mahasiswa di
Masa Kini
Mahasiswa dengan statusnya yang
memiliki ‘Maha’ atas kesiswaannya, jelas menjadi generasi terdepan di kalangan kaum
muda dengan proses pendidikan panjang yang telah dilewatinya. Indonesia
memiliki persediaan sumber daya manusia ke depan (iron stock) dengan karakter baik (good character) dibarengi kemampuan dan high competency yang harus dikuasai, oleh keberadaan mahasiswa.
Sebagai kalangan kelas menengah, mahasiswa
merupakan elemen penting pengontrol kebijakan pemerintah baik itu dalam tataran
nasional maupun lokal. Selain itu, mahasiswa merupakan pengabdi masyarakat yang
diamanahkan sebagai pembina bangsa melalui aplikasi ilmu yang bermanfaat bagi peningkatan
kualitas hidup masyarakat khususnya rakyat kecil. Pola perjuangan mahasiswa dapat
dibagi menjadi dua, yaitu structural dan kultural. Pola struktural dalam perjuangan
mahasiswa merupakan sebuah domain yang berkarakter politis dan memiliki prioritas masa kini. Hal
ini meliputi pengkritisan kebijakan di kalangan pemerintah, penyaluran aspirasi
dari rakyat kecil kepada wakil rakyat, serta pengawal dari kepentingan rakyat terhadap
struktur pemerintahan. Sedangkan secara kultural, polanya berkarakter pembinaan
serta mimiliki visi masa depan sebagai investasi pembangunan.
Tatangan lain yang tidak ringan bagi Bagsa
Indonesia adalah disintegrasi moral. Rasa bangga dan cinta terhadap bangsanya sendiri,
perlahan telah mulai terkikis. Sopan santun dan budi pekerti sudah lupa diajarkan.
Dengan memperteguh penanaman nilai-nilai Pancasila dikehidupan sehari-hari,
maka bangsa Indonesia akan kembali menemukan jati dirinya.
Peran mahasiswa tidak hanya dalam
kata-kata saja, tetapi diimbangi dengan adanya pengabdian, sikapkritis, dan tekad
yang bulat akan masa depan bangsa ini. Bagaimana cara agar masa depan bangsa
Indonesia lebih maju dan masih banyaklagi yang harus dipikirkan untuk negara
Indonesia. Kemampuan intelektual hanya mendukung dari pencapaian prestasi dan keberhasilan
yang hendak dicapai. Jika memiliki kemampuan soft skill dan berani kritis terhadap segala hal, maka akan menjadi
lebih baik di masa depan sebab saat ini yang terjadi banyak orang penting tapi sedikit
yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sanit,
Dr. Arbit. 1981. Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Pembangunan Politik
dan Pembangunan. Jakarta: PT Rajagrafindo Indonesia.
Soedarsono,
Soemarno. 1999. Penyemaian Jati Diri.
Jakarta: Gramedia.
Surjana,
I Nyoman Naya. 2004. Patologi Nasional.
Surabaya: UPT - Mata Kuliah Umum.