Hidup Mahasiswa!
Saya mengawali tulisan ini dengan kata-kata yang sering diteriakkan aktivis.
Hari ini akhir bulan Desember 2016. Status saya masih sebagai "anak BEM" yang katanya aktivis. Ya, saya bagian dari Badan Eksekutif Mahasiswa salah satu fakultas di universitas negeri di kota Semarang. Beberapa hari lagi saya dan kawan-kawan yang lain akan demisioner dan meninggalkan jabatan. Menuntaskan amanah yang selama ini kami emban.
Bangga rasanya. Menjadi bagian dari organisasi terbesar di tingkat fakultas ini.
Namun rasa bangga saya hanya di awal cerita. Mengapa saya berani mengatakan demikian? Ah, mungkin bagi kamu yang katanya "aktivis mahasiswa" pasti merasa bingung kenapa rasa kebanggaanku menurun. Akan aku ceritakan.
Saya masuk sebagai staff dalam Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo) di BEM. Saya menyukai dunia IT dan menyukai jurnalistik sehingga saya pikir cocok masuk di departemen ini. Tetapi sebaliknya, justru saya merasa tidak nyaman di sini. Anggota departemen yang lain menurut saya hebat-hebat. Bahkan ada yang sudah mengikuti lomba design tingkat nasional. Sedangkan saya? Saya mah apa atuh. Sebagai seseorang yang sedang merintis keterampilan multimedia dari awal saya merasa tertinggal jauh dengan mereka. Saya belajar otodidak jadi jangan salahkan kalau tingkat kemampuan dan kecepatan saya menguasai bidang ini kurang. Walaupun memang saya orang yang lelet. Mungkin rasa gengsi saya terlalu tinggi hingga tak mau meminta tolong pada mereka. Seolah ada jarak yang mungkin saya sendiri yang buat.
Kalo dikata aku mundur dari BEM, tidak juga, aku masih sering nongol di sana. Tapi kalo aku aktif di BEM sebenarnya tidak juga.
Motivasi awal masuk BEM? Emm.. apa ya? Oh, iya, sederhana sekali karena melihat pidato Gubernur BEM ku ketika saya masih menjadi mahasiswa baru (maba). Public speakingnya mempesona, persuasif sekali, kena banget buat maba, dan saya ingin sepertinya.
Ketika kamu masuk organisasi LK di kampus kamu akan sedikit-sedikit belajar tentang politik. Dan lihatlah saya sekarang. Telah terkontaminasi itu semua. Tapi saya masih bisa dikata buta politik. Saya hanya senang berdiskusi tentang itu semua tapi belum mendalam pemahaman tentangnya. Kata teman saya, saat ini saya sedang berada di golongan tengah. Terombang-ambing dalam pertanyaan saya tentang itu.
Sebanyak apapun saya menulis di sini, saya tak bisa menampik bahwa saya kecewa. Tapi saya tidak pernah menyesal masuk ke dalam sana. Karena saya banyak belajar di sana. Mendapat pemahan baru bahwa politik kampus itu kejam ketika kamu masih naif dan memberanikan diri masuk ke dalamnya.
Saya mengawali tulisan ini dengan kata-kata yang sering diteriakkan aktivis.
Hari ini akhir bulan Desember 2016. Status saya masih sebagai "anak BEM" yang katanya aktivis. Ya, saya bagian dari Badan Eksekutif Mahasiswa salah satu fakultas di universitas negeri di kota Semarang. Beberapa hari lagi saya dan kawan-kawan yang lain akan demisioner dan meninggalkan jabatan. Menuntaskan amanah yang selama ini kami emban.
Bangga rasanya. Menjadi bagian dari organisasi terbesar di tingkat fakultas ini.
Namun rasa bangga saya hanya di awal cerita. Mengapa saya berani mengatakan demikian? Ah, mungkin bagi kamu yang katanya "aktivis mahasiswa" pasti merasa bingung kenapa rasa kebanggaanku menurun. Akan aku ceritakan.
Saya masuk sebagai staff dalam Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo) di BEM. Saya menyukai dunia IT dan menyukai jurnalistik sehingga saya pikir cocok masuk di departemen ini. Tetapi sebaliknya, justru saya merasa tidak nyaman di sini. Anggota departemen yang lain menurut saya hebat-hebat. Bahkan ada yang sudah mengikuti lomba design tingkat nasional. Sedangkan saya? Saya mah apa atuh. Sebagai seseorang yang sedang merintis keterampilan multimedia dari awal saya merasa tertinggal jauh dengan mereka. Saya belajar otodidak jadi jangan salahkan kalau tingkat kemampuan dan kecepatan saya menguasai bidang ini kurang. Walaupun memang saya orang yang lelet. Mungkin rasa gengsi saya terlalu tinggi hingga tak mau meminta tolong pada mereka. Seolah ada jarak yang mungkin saya sendiri yang buat.
Kalo dikata aku mundur dari BEM, tidak juga, aku masih sering nongol di sana. Tapi kalo aku aktif di BEM sebenarnya tidak juga.
Motivasi awal masuk BEM? Emm.. apa ya? Oh, iya, sederhana sekali karena melihat pidato Gubernur BEM ku ketika saya masih menjadi mahasiswa baru (maba). Public speakingnya mempesona, persuasif sekali, kena banget buat maba, dan saya ingin sepertinya.
Ketika kamu masuk organisasi LK di kampus kamu akan sedikit-sedikit belajar tentang politik. Dan lihatlah saya sekarang. Telah terkontaminasi itu semua. Tapi saya masih bisa dikata buta politik. Saya hanya senang berdiskusi tentang itu semua tapi belum mendalam pemahaman tentangnya. Kata teman saya, saat ini saya sedang berada di golongan tengah. Terombang-ambing dalam pertanyaan saya tentang itu.
Sebanyak apapun saya menulis di sini, saya tak bisa menampik bahwa saya kecewa. Tapi saya tidak pernah menyesal masuk ke dalam sana. Karena saya banyak belajar di sana. Mendapat pemahan baru bahwa politik kampus itu kejam ketika kamu masih naif dan memberanikan diri masuk ke dalamnya.